Employment, Unemployment, Poverty (angka kemiskinan) dan Economy growth

Employment, Unemployment, Poverty (angka kemiskinan) dan Economy growth - Employment (pembukaan lapngan pekerjaan). Merupakan indikator rakyat sejahtera, lapangan kerja cukup, pengangguran sedikit.

Merupakan indikator yang penting:
  1. Seberapa mampu pemerintah bisa mebuka lapangan pekerjaan dan mengurangi pengangguran
  2. Menyediakan lapangan pekerjaan melalui sektor riil.
    Employment, Unemployment, Poverty (angka kemiskinan) dan Economy growth
    Employment, Unemployment, Poverty (angka kemiskinan) dan Economy growth
Di Indonesia, devisa negara 30% adalah untuk membayar utang; 30% nya lagi untuk membayar gaji PNS, TNI/Polri; dan 30%-nya lagi baru buat pembangunan, belum juga yang dikorupsi. Pemerintah berusaha membuka lapangan pekerjaan lewat 30% yang terakhir tadi. Lapangan kerja bisa tumbuh jika mikro ekonomi juga ikut tumbuh. Artinya pelaku bisni riil bisa merekrut banyak tenaga kerja baru sehingga mengurangi pengangguran dan reduce poverty.

Poverty (angka kemiskinan) dan Economy growth 

Indonesia temasuk negara menengah, dengan income per capita sebesar US $ 2000/tahun. Artinya setiap penduduk Indonesia mempunyai penghasilan US $ 2000/tahun. Mari kita analisis. US $ 2000 = 2000 x Rp 12.000 = Rp 24 juta/tahun. Berarti penghasilan per bulan Rp 2juta.

Tapi, nyatanya apah demikian? Ternyata tidak. Ini berarti ada gap yang sangat besar, artinya ada kesenjangan yang amat besar antara si kaya dan si miskin, yang artinya poverty-nya tinggi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,2%. Tapi karena banyak yang protes, apakah segede itu, lalu di-review ternyata cuma 5,2%.

Setiap 1% pertumbuhan ekonomi artinya menyerap 300,000 tenaga kerja (TK) baru. Di tahun 2008, yang tersedia hanya 1,5 juta lapangan pekerjaan baru. Faktanya Indonesia akan muncul TK baru 2 juta/tahun.

5,2% = 5,2 X 300,000 = 1,560,000 TK

Setiap tahun akan muncul 2,000,000 TK baru. Aliasnya jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 500,000an per tahun.

Biar lapangan kerja banyak, cara utama untuk menjaga pertumbuhan adalah dengan meningkatkan investasi mengundang investor baru. Investor yang yang sektornya padat tenaga kerja, contoh agribisnis atau industri tekstil. Industri tekstil merupakan industri yang banyak meyerap tenaga kerja, namun rawan terhadap kenaikan biaya produksi. Pertumbuhan ekonomi jangan keblabasan. Jangan seperti buih atau balon. Cerita menarik pas zamannya pak Soeharto.

Conglomerate---bisnis yang menggurita, menguasai pasar dari hulu sampai hilir-----trickle down effect----- efek menetes kebawah------ multiplier effect.
Pada zaman orde baru dulu, presiden Soeharto bisa mengendalikan ekonomi denganbaik. Tapi di Indonesia, ekonomi sangat depengaruhi oleh kondisi politik, dimana kalau kondisi politik stabik maka orang bisa berdang dengan tenang, akibatnya pertumbuhan ekonomi membaik. Pada saat itu, kondisi ekonomi ditopang oleh konglomerat. Tapi, konglomerat huga tidak hidup sendiri, ada stake hollder sebagi pelaku ekonominya seperti pegawai dsb. So, pelaku-pelaku ekonomi juga jadi ikut-ikutan makmur. Ini yang disebut trickle-down effect atau yang disebut efek menetes ke bawah, dimana suatu perusahaan yang tumbuh da berkembang akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan lainnya untuk ikut tumbuh dan berkembang, ujung-ujungnya semua warga di NKRI makmur deh.

Setiap Conglomerate------mempunyai bank ------ property building ---- business over heated.
Tapi, ada namanya ersat konglomerat (konglomerat jadi-jadian) yaitu konglomerat yang tumbuh berkembang bukan karea adnya free competition tapi karena adanya monopoli dan pemberian fasilitas. Ini berbeda dengan pengusaha rokok yang disebut genuine konglomerat atau exact konglomerat, yang memulai dari bawah, dari 1 rupiah, 10, 100, 1000, juta, M, T sehingga kuat.

Semua konglomerat punya bank, karena untuk bikin bank murah banget. Cuma perlu uang sekitar 50 M bermunculan bank-bank seperi Bank Pratami, Bank Yudo, dll. Terus, para konglomerat pada berlomba-lomba bikin tower building yang keren-keren gitu dimana uang buat bangun tower ngutang dari bank-nya sendiri. Nah, waktu dulu tower-nya gak laku disewa, lha wong banyak bener yang bikin. Tower belum bisa menghasilkan revenue, padahal yang minjam duit adalah pemilik bank itu sendiri, gak pake agunan lagi. Lalu apakah yang terjadi?

Pada suatu hari ada nasabah sebut saja di Bank Pratami, nasabah mau transfer uangnya di bank tersebut ke bank yang lain. Tapi kok gak bisa-bisa. Namanya kalah kliring, yaitu orang yang punya uang di bank tapi tidak bisa ngambil uangnya sendiri. Ya iya gak ada duit, duit nasabah kan dipake buat bikin tower ma empu-nya bank.

Nah, belum selesai ceritanya. Ternyata nasabah yag lain pada denger, maka beramai-ramailah nasabah yang lain pergi ke bank untuk ngambil duitnya. Finally, bank bangkrut deh. Padahal bank kan bekerja berdasar atas kepercayaan. Prinsip dasar: pemberian kredit harus berhati-hati.
  1. Apakah dia mampu membayar?
  2. Apakah ada agunan atau jaminan yang cukup?
Jika dalam sehari semua nasabah pada ngambil duitnya, bank telah mengalami krisis kepercayaan dan bangkrutlah seketika. Hubungannya, kalau bank bangkrut maka negara juga bisa bangkrut, karena transaksi jarang sekali yang pakai cash. Inilah yang terjadi pada tahun 1997 silam.

Setelah bangkrut Indonesia minta bantuan sama IMF. Sehingga didengarlah woro-woro dari pemerintah bahwa semua uang nasabah di bank gak bakalan ilang. Terusm pemerintah pinter, dikasihlah bunga yang tinggi, sampai 50% per tahun. Padahal kan gak ada uang di bank, ya supaya uang yang di bank gak ditarik. Dan akhirnya bank-bank tersebut dikasih BLBI sama pemerintah (yang berujung banyak kasus BLBI).

0 komentar

Posting Komentar